RAMMANG – RAMMANG

Kelanjutan dari trip saya ke Makassar adalah berkunjung ke Rammang. Ini bukan nama warung yang bisa menularkan penyakit berbahaya, tapi adalah sebuah nama dusun di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Saya sendiri baru tau ada lokasi wisata seperti ini dari kawan baru saya Nurul, dari Backpacker Indonesia. Setelah diajak saya pun segera browsing di HP untuk mencari tau apa itu Rammang. Info yang saya dapat sekilas, Rammang adalah objek wisata Perbukitan Karts (kapur) yang dapat dinikmati dengan perahu melalui sungai. Jika dilihat dari foto secara acak dari mbah google, keadaannya sih mirip dengan menyusuri sungai di daerah air payau yang banyak ditemui di negeri ini.

How to get there

Letak rammang – rammang sendiri tidak berada di Kota Makassar, tetapi di Kabupaten sebelahnya yaitu Maros. Jika menggunakan transportasi umum dari Makassar, anda dapat naik pete-pete (angkot) jurusan terminal regional Daya, lalu lanjut naik pete-pete jurusan Pangkep. Minta sama supir untuk diturunkan di Pertigaan Semen Bosowa, biasanya sih sang supir sudah paham daerah tersebut. Dari pertigaan Bosowa bisa naik ojek atau naik pete-pete lagi, jika ingin sehat jalan kaki bisa karena jaraknya kira-kira hanya 500 meter. Perjalanan dari Makassar-Rammang saat itu kira-kira 1.5 jam.

Sesampainya di dermaga Rammang, yang bersebelahan dengan jembatan. Saya langsung kopi darat dengan Nurul dan Shinta, yang sebelumnya cuma kontak-kontakan via whatsapp. Sementara itu kami menunggu teman baru saya yang lain karena kita sharing cost untuk menyewa perahu yang akan mengantarkan kita ke Desa Berua. Setelah menunggu ± 10 menit datang lah 3 orang teman baru saya yang akan bergabung naik perahu.

Dermaga Rammang

Dermaga Rammang

             View from Dermaga Rammang

View from Dermaga Rammang

  dari atas jembatan

View dari atas jembatan

Setelah semua berkumpul, kami ber-8 segera mengatur posisi dalam perahu kecil. Kami pun segera berangkat menuju Desa Berua. Dermaga Rammang sendiri cukup indah apabila dilihat, apalagi jika dilihat dari atas jembatan. Sepanjang perjalanan kami ke Desa Berua, kami disuguhkan dengan pemandangan bukit karts di sisi kiri dan kanan sungai. Air sungai nya sendiri berwarna hijau dengan vegetasi di sepanjang sungai yaitu tanaman palem-paleman. Cuaca pada saat itu sangat cerah, jika tidak ingin gosong dan belang seperti saya maka saya sarankan agar memakai sunblock.

Bukit Karts

Bukit Karts

Sepanjang perjalanan

Pemandangan menuju desa

Goa sebelum masuk desa

Goa sebelum masuk desa

Sesampainya di Desa Berua yang hanya dihuni beberapa rumah, saya merasa sangat tentram. Desa ini letaknya tepat di tengah-tengah bukit karts maros, sehingga panorama sekelilingnya adalah perbukitan karts yang hijau. Setelah puas mengabadikan panorama alam yang indah itu, saya dan kawan2 juga mampir ke rumah salah seorang penduduk yang ramah menyambut kami. Begitu sampai di rumah, kami langsung disajikan teh manis oleh penghuni rumah. Suasana di rumah itu sangat nyaman selain karena kehangatan pemilik rumah juga karena suasana yang masih asri banyak pepohonan dan minim polusi, jika tidak sedang bertamu mungkin saya bisa terlelap disana haha..

Kemudian kami ngobrol dengan bapak-ibu pemilik rumah. Beliau bercerita bahwa rumahnya sering dikunjungi turis baik local maupun asing. Hal ini dibuktikan dengan adanya buku tamu, yang isinya adalah wisatawan yang pernah berkunjung ke rumah beliau. Dengan potensi wisata yang cukup baik, sayangnya Desa Berau belum ada akses listrik. Sumber listrik berasal dari panel tenaga surya dan hanya cukup untuk penerangan rumah. Tidak jauh dari rumah bapak tsb, ada sebuah goa yang memiliki cap tangan manusia purba. Bahkan kata si bapak, menurut hasil penelitian dari Australia, cap tangan manusia purbanya lebih tua dibanding yang ada di Taman Leang-Leang, Bantimurung. Kami memutuskan untuk tidak kesana karena salah kostum, jika masuk gua saran bapak tsb mesti siap kotor minimal pake sepatu boot.

“Pernah ada tim dari Australia datang, mereka menemukan kapak manusia purba tapi saya tahan, saya minta mereka izin dulu ke Pemda.” Kata bapak, kemudian si bapak menelpon rekannya yang duduk di pemerintahan dan mengambil kapak tsb untuk diserahkan ke balai yang berkaitan. Miris juga ya melihat dengan mudahnya “peninggalan sejarah” bangsa ini dicuri bangsa asing, untung si bapak sadar akan kekayaan sejarah tsb. Kami sempat numpang solat dzuhur, sedihnya lagi air disana mesti ngambil dari sungai. Tapi tuan rumah menyiapkan jirigen untuk tamu yang datang. “karena belum ada listrik, jadi kami belum make pompa air dek, lagipula di dekat rumah ada sungai koq” kata Ibunya.

Tidak berapa lama, cuaca segera mendung. Kami pun bergegas pamit karena berencana ke  Bantimurung. Sebelum pamit, kami sempat menjumpai rombongan mahasiswa dari Makassar yang bermalam di goa. Setelah basa-basi sedikit kami pun segera meninggalkan rumah itu. Sayangnya saya lupa menanyakan nama bapak atau ibu yang menyambut kami dengan hangat tersebut, tapi apalah arti sebuah nama. Yang jelas, kebaikan dan kehangatan pasutri tsb akan selalu kami ingat. Pemandangan alam yang indah ditambah kehangatan masyarakatnya adalah kombinasi yang cantik untuk sejenak melepas penat dari rutinitas sehari-hari, yak kan? :p

Desa Berua

Desa Berua

10 responses to “RAMMANG – RAMMANG

  1. Mantap Gan, ini masuk dalam kategori Surga Tersembunyi di Timur Nusantara. Ngomongin “surga tersembunyi”, kalau dapat ijin publish di website ane, bolehlah artikel yang satu ini di publish. Ane akan sertakan sumbernya Gan. Ditunggu responnya…tidak boleh atau boleh ane tetep berterima kasih..Gan.

Tinggalkan Balasan ke Maman Abdurahman Batalkan balasan